Kamis, 10 Januari 2013

Menguliti Kelamin

Mari hidup 

dan tanah sebagai rahim, benihnya ada pada khianat bercampur keringat
badan yang hangat ketika di landa maksiat 
biar daku tersedu melihat hina yang jahat

Kelamin itu sudah punya sayap dan terbang mencari singgah yang hangatnya seperti tumpukan jerami
meninggalkan yang busuk, lalu buat apa busuk di simpan?
bukankah busuk akan menjadi lebih busuk lagi, di badannya penuh ulat yang mengurai setiap mineral menjadi mikron lalu dalam setiap ionnya terdapat ruh busuk yang masing masing ruh punya kesumat seperti api sejati
yang di sekujur adalah hitam
jika kelamin beradu sembunyi layaknya mesin yang menggilas hati kekasih
namun di kelamin tidak perlu ada kekasih, kekasih hanya bisa merepotkan lalu jatuh sakit
kelamin merindu kelamin tidak merindu kekasih

kekasih?
siapa yang butuh kekasih, lagi pula ini urusan mu bukan urusanku yang memang tidak punya kelamin
jika yang berkelamin merasa bebas menggunakan kelaminnya atau siapa saja boleh menggunakanya untuk saling beradu semata, buat apa ada kelamin? bukankah kelamin di buat untuk pintu menuju rumah
sama seperti kubur, adalah rumah
sama seperti hidup, adalah rumah
sama seperti bumi, adalah rumah

jika bertamu, apa kamu suka mengucap salam?
apa kamu suka masuk kerumah tanpa perlu permisi dan mengacak-acak isi rumah
atau jangan-jangan kamu persilakan orang lain masuk untuk bersenang-senang di dalam rumah?
kamu pernah ketakutan melihat orang gila berada di depan pintu rumahmu, lalu kau dengan segera mengunci pintu rumahmu sekuatnya
apa setelah itu kau berubah pikiran? dan disuruhnya orang gila itu masuk kerumahmu karena kamu merasa di bohongi
apa yang kamu lakukan di dalam rumah bersama orang itu? orang gila itu meninggalkan jejaknya dalam rahimmu. apa kamu menyerahkannya begitu saja?

kenapa aku banyak pertanyaan kepadamu

mungkin aku sudah merasa jijik dengan kelamin apalagi dengan kalian yang mengadu kelamin masing-masing hanya untuk keringat
aku tidak sanggup membayangkan kelamin karena hati saya sudah di angkat, hati saya sudah bersayap
sama seperti kelamin
tapi aku benar-benar ingin muntah melihat kelaminmu terbuka untuk orang lain
mungkin memang benar kelamin tidak butuh kekasih
kekasih hanya bisa merindu lalu jatuh sakit





Sokaraja 10 januari 2013



Selasa, 08 Januari 2013

Janin, apa kabar?

Pada mata tergambar kehidupan yang lalu
dibaliknya berjumpa hamparan huruf-huruf yang kau tangkap semenjak engkau pertama kali mendengar suara adzan
dibasuh muka, engkau menangis
mereka tertawa menyambut manusia baru
kau tetap saja menangis meski mereka memberimu kain lembut dan minyak
begitulah perjumpaan kau dengan isi dunia ini, termasuk bertemu aku
yang tak bisa kulupakan darimu adalah engkau tidak bisa bersin
bersin, ya mengeluarkan lendir yang ada di rongga hidungmu
seperti burung yang mengeringkan bulu-bulunya sehabis kehujanan, di kepakannya sayap lalu menggigil badannya untuk menimbulkan energi hangat
dia membisu kala hujan menghalanginya untuk terbang mencari jodohnya
dibalik ranting yang agak rapat bersembunyi lalu menggumam
entah apa yang ada di pikiran seekor burung prenjak kalau hanya untuk mengicau di pagi hari pertanda ada kebahagiaan di kampung atau hanya untuk menarik hati betina dengan menari jinjit di atas ranting lalu kepalanya memerah
bukan, jodoh yang dinantikan seekor prenjak jantan bukanlah prenjak betina yang di kawininya lalu pergi

dia menanti kematian
yang masih sembunyi dibalik jantung dan juga nadimu

sama seperti kelahiran, kematian ialah bukti setia
mereka menangis sedih dan kehilangan
namun hanya kau yang tersenyum dan bergembira disaat kematianmu tiba

dan tentang nafsu mu hanya sebatas tenggorokan dan selangkangan, lalu
tanganmu akan di sambut kelak di saat burung prenjak yang tidak bisa bersin karena lendir telah menggumpal jadi daging yang menyimpan ruh
karena angin yang menyalakan marah
lalu membakar anginnya sendiri, disitulah rahasia di sibak








Sokaraja, 09 januari 2013

Jumat, 04 Januari 2013

Kecik Hati Di Negeri Khianat

Apa yang kau tahu tentang hati?

Gumpalan daging sebagai organ besar yang ada dalam tubuh, daging itu dekat jantung
Dia itu kuat, menghidupkan sel yang telah mati dengan sendirinya
Dialah pusat
Yang saya maksud adalah hati dalam bentuk kasar, yang bisa dilihat melalui sinar Gamma dengan bantuan optick dan gell lalu di letakan tepat di atas tubuh dengan segera sinar gamma melewati kulit dan daging lalu memantulkan respon berupa gambaran dari hati yang kasar itu dalam sebuah monitor
atau dengan membedah daging yang menyelimuti hati yang kasar itu secara langsung dengan pisau pastilah di jumpainya segumpal daging yang merah kehitaman lalu kau bisa menggantinya dengan batu jikalau hati itu telah sakit

Mungkin sebagian Rumah Sakit sekarang sudah menyediakan banyak batu untuk persediaan pengangkatan hati yang telah rusak karena penyakit Hepatitis B maupun C, tapi apakah batu itu bisa berfungsi layaknya daging yang disebut hati yang kasar itu?

Batu, adalah kuat. Dia terbentuk dari mineral dan proses yang terjadi di alam, bukankah setiap yang terjadi itu kita kembalikan ke alam. Sifatnya adalah kokoh biar di dera hujan dalam 48 tahun cahaya pun dia tak menghacur seperti separuh dari bumi dan separuh dari langit adalah penuh batu, bahkan konon dari salah satu pencari kitab Tripitaka adalah wewujud dari sebongkah batu.
Tetapi ada satu hal yang sejatinya batu adalah diam, jadi kita harus menghidupkan batu tersebut agar mempunyai jiwa, apakah kamu tahu jiwa?

Yang seperti halimun yang tidak bisa di tangkap oleh mata, halimun itu adalah lembab menyimpan inti yang natinya akan di pertanggung jawabkan kelak dikala semua manusia dari jaman pertama sampai yang terakhir itu di kumpulkan dalam tanah datar namun seperti kolam keringatnya sendiri dan sungguh berjalan dengan kepala sebagai kaki - kaki mereka dalam keadaan tak bersunat
Setiap jengkalnya adalah dirundung ketakutan, setiap hastanya diterik matahari yang sebesar semesta
karena di permainan seolah tampak nyata

Ketika kamu sadar bahwa kamu sudah mempunyai batu itu yang tampak seperti dirimu sendiri
batu itu wewujud dari dirimu yang sebenarnya tetapi banyak pula yang menyembunyikan batu legam itu dan menyusup dalam khianat dengan membiarkan Leng menganga di hinggapi lalat menjijikan menyebarkan penyakit hati yang tidak bisa di sembuhkan bahkan sekalipun saya adalah Qais yang buta
Meski tinggal dan menyadari bahwa tubuh adalah negeri yang tampak kasar oleh mata tetapi jiwa adalah khianat yang bersembunyi di dalamnya.







Sokaraja 05 januari 2013

Jumat, 30 November 2012

Serunai Sandekala

                                                                                                                            Sep 22, '10 2:47 AM
Kecik hati di negeri hikayat
bertandang ke rumah tuan, rindu sekampung
usir saja kau tuan kupuja
bersusun batu pada tiap-tiap pintu
di hantam daku tak terkepal
sesampainya,
berhamburan tubuh peluhku

sebab, budak rindu di sepah galau
mengkulum ujung badik di semak duri
sedap nya anyir di tampung keranjang
dari sini jera di sebat kapas
siapa yang tak demikian rela
di rajah keramat, di janji se peti birahi

mencungkil hati yang bercincin, di ranjang bunga
kumbang tanduk saling beradu
eloknya mengalah daku tak punya kuasa
hanya secupak syair sejimpit sajak
siapa? pasti menolak sebagai maskawin

tuan bercumbu di hutan besi
bukit emas mengalir getah zaitun

andai di pancung saja jari yang bercincin itu

sudah daku berpayah begini masihkah tuan bisu
biar bertahun daku redam, tuan membatu
tak berlengan pakai bertepuk segala.

yang pendek yang mengena

                                                                                                                            Sep 21, '10 1:27 AM
Di simpan takut hilang
Di dekap, tunggu waktu musim berbenah
yang kini tergenang? bukan kerling jari mata bercincin
mencubit kulit tak berbekas di luar

Rindu itu, sakit ya?

Sementara, masih sibuk membatas luas bebasmu dengan menampung tetes-tetes jam
lalu tembus ketanah
jika kasih akan, padi buanglah rumput.

Pohon Kelapa

                                                                                                                          Oct 11, '10 7:44 AM
Kamu tahu pohon kelapa itu seperti apa?
Yang daunnya berlidi dan batangnya seperti tiang listrik, buahnya bulat berair namun tempurung keras memeluk eratnya di balik sabut hangat. Akar rambutnya jari jari tembaga yang mencengkram daging tanah tua.
Mana beruk yang cerdik memutar buahnya? Atau penderes yang menyadap perih setiap manggarku?

Aku ingin seperti buah kelapa yang jatuh dari ketinggian tempatku menghantam tanah atau batu itu lebih bagus, cabik sabut sabut hangatku dengan gigi linggis dan mata parang. Hitam keras tempurung matang kau lihat...
Siapkan palu mengayun yakin penuh keyakinan yang membuka jalan dimana tiap kulit dan daging memisah, lapisan dagingku congkel jangan ragu nikmat parutan parutan kasar merobek putus tiap jaringan sarafku dan ketika kau peras pada tiap ujian kesabaran dan ujian kenikmatan akan tidak sulit bagiku menetes titik titik mawar dari dunia yang sesungguhnya hanya permainan dan tipu muslihat.

Tuhan, peraslah dagingku, peraslah tulangku, peraslah jiwaku, peraslah hatiku dengan tanganMU.
Kupasrah demi santan keikhlasan sebagai saripati hidup yang mengairi kerongkongan kelak di kala kita di bangkitkan dengan lapar dan haus mencekik.

Saya kepada Tokek

                                                                                                                         Nov 4, '10 12:34 AM
kujumpainya tokek teman lamaku
yang pasti tiap malam memojok antara kesetiaan dan nikmat sepi, cangkang telurmu kelak pecah gaduh menjadi rupamu pula di balik lemari jati.
Apa kabar kawan? kau sudah tua, anak cucumu nakal sering menggigit lantas pergi, suara mu juga tak senyaring waktu aku masih sekolah. Dasar reptil pesugihan, suara mu kadang menentukan nasib orang yang menunggu tapi sayang aku tak memerlukannya, kau nyaman dan beranak pinak di sini pun aku senang. Menemani bapak yang sering melek malam, ibu yang takut padamu karena kamu menyeramkan, tapi adik seolah tak peduli suara anehmu yang kadang menggangu saya waktu menelpon pacar.

Memutar waktu di antara senja yang memuramkan muka kerut, balikan saja kakimu yang penuh duri-duri lem sama rekatnya dengan tali kejenuhan yang sering hinggap ketika persediaan beras di lumbung tingggal beberapa meniran saja. Pakai sepatumu kawan, berlarilah sekuat tenaga agar tak ada hawa kosong di telinga orang-orang yang mencibir, dengki saja aku tuan yang penuh lobang malam karena sesampainya pagi tak lupa dengan lobang baru yang siap kugali ketika malam mulai menutup mata yang mengintai.
Dijumpainya pagar yang tebal dan kokoh usah kurobohkan memutar jauh sampai kutenui hati kekasih yang retak tak sampai bongkahannya terurai. Aku mencintaimu, sayang. Mari kita menanam pohon sirih yang hijau dan yang gading, bunganya memanjang antara tangkai yang menyelip kecucut bagai alat tiup malaikat.
Goreskan satu kata mantra jawa dil lembar daunnya melewati hati dari hati bertukar pandang namun saling mencuri genit di bawah bantal tempat saya merebah kepala dan menjelajahi tubuh polosmu melalui mata yang terpejam sampai lobang malam berikutnya pun tertutup bunyi-bunyian embun pagi yang bertabrakan di muka jedela kaca sinar tua.

Panen raya hasil pohon merica sebelah rumah pun kulewati dengan ramah, bahkan mengupas kulitnya dengan menjepitkannya pada kelopak mata namun tak sampai membuyarkan serbuk pedas didalamnya. Embah putri sering mengajarkannya padaku, merawat kebun dengan berburu ulat penggangu dan membuat saya lari terbirit-birit melihat badan ulat yang menjijikan. Mau hujan, segera angkat jemuran kerupuk udangnya nanti bisa melar dan tidak menari- nari ketika minyak sudah dipanaskan. Menyumpal atap rumah yang bocor denagn biji mata cukup membuat saya kerepotan karena hujan ganas bisa dengan kejam melapukan tumpukan buku di lemari jati kono berukiran kembang setaman dari Mataram.
Ada foto-foto tentara gagah dengan lambang keris pasukan Diponegoro menantang tiap tamunya yang berkunjung kerumah, samping mozaik bunga mawar italia aku berdoa dan menganang putaran hidup yang akan selalu kembali dalam rumah reyot bertuan banyak namun teman lamaku bilang tak usah pergi jauh jikalau hanya butiran padi bisa kau makan tanpa perlu kau masak.